Contact Us

Plaza Golden Fatmawati (D' best) Blok J 8
Jl. RS Fatmawati 15, Jakarta 12420

Ph : +62-21-75916012 - 16
Fx : +62-21-75915802 - 03
Email : tata@cbn.net.id
Web : www.tgp.co.id

picture

Our Work Area


picture

picture


BI Rate Berpeluang Turun

id.beritasatu.com, 17 Februari 2015

Bursa

 

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) punya kesempatan memangkas BI rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 7,5% dalam rapat dewan gubernur (RDG) hari ini (Selasa, 17/2). Penurunan suku bunga acuan dimungkinkan karena inflasi melandai, neraca perdagangan surplus, aliran modal masuk (capital inflow) masih deras, dan gejolak rupiah mereda.  

 

Kekhawatiran bakal terjadinya pembalikan modal asing (sudden reversal) juga mulai pupus karena bank sentral AS, The Fed, diperkirakan menunda, bahkan membatalkan rencana kenaikan suku bunga.

 

Hal itu diungkapkan Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk Gatot Suwondo, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja, Vice President PT MNC Bank Benny Purnomo, ekonom UGM Tony Prasetiantono, dan ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani. Mereka dihubungi secara terpisah di Jakarta, kemarin.

 

Namun, di sisi lain, anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan, ekonom Standard Chartered Eric Sugandi, dan Direktur Utama PT Bank DKI (Bank DKI) Eko Budiwiyono yakin bank sentral mempertahankan BI rate pada level 7,75% dalam RDG hari ini. BI menaikkan BI rate dari 7,5% menjadi 7,75% pada 18 November 2014 setelah suku bunga acuan itu dipertahankan pada level 7,5% selama 13 bulan atau sejak 12 November 2013. RDG BI bulan lalu memutuskanBI rate bertahan pada level 7,75% meski beberapa bank sentral kawasan sudah menurunkan suku bunga acuan mereka, seperti India, Australia, Singapura, bahkan Uni Eropa. Level BI rate saat ini merupakan yang tertinggi sejak 3 April 2009.

 

Wakil Presiden Jusuf Kalla baru-baru ini mengemukakan, sudah saatnya BI menurunkan suku bunga demi mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,6-6% tahun ini. “Pertumbuhan ekonomi jangan dikorbankan,” tegas dia. Berdasarkan analisis Danareksa Research Institute, kebijakan suku bunga tinggi terbukti gagal menjadi instrumen pengendali rupiah. Pergerakan nilai tukar bukan hanya dipengaruhi selisih suku bunga. Ekspektasi juga berpengaruh amat signifikan. Ekspektasi pun umumnya dipengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi. Semakin bagus prospek pertumbuhan ekonomi suatu negara, semakin besar pula ekspektasi terhadap penguatan mata uangnya.

 

Data Badan Pusat Statsitik (BPS) menyebutkan, pada Januari 2014 Indonesia mengalami deflasi 0,24%. Padahal, setiap awal tahun umumnya mengalami inflasi setidaknya 1%. Sepanjang tahun ini, tingkat inflasi diproyeksikan tetap rendah pada kisaran 4-5%.

 

Sejalan dengan itu, capital inflow meningkat, baik investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) maupun investasi portofolio. Data BI menunjukkan, total surplus transaksi modal dan finansial tahun lalu melonjak. Sebaliknya, defisit transaksi berjalan mengecil, sehingga neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada 2014 mengalami surplus US$ 15,2 miliar dibanding defisit US$ 7,3 miliar pada 2013. Di pasar saham, pembelian bersih saham oleh investor asing (net buy) secara year to date mencapai Rp 6,77 triliun.

 

Sementara itu, BPS kemarin mengumumkan neraca perdagangan Januari 2015 mencatatkan surplus US$ 710 juta. Surplus dipicu terjadinya surplus di sektor nonmigas sebesar US$ 748 juta, sedangkan neraca sektor migas menorehkan defisit US$ 38,6 juta.

 

Disesuaikan Lagi

Menurut Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja, BI bisa saja menurunkan BI rate sebesar 25 bps dalam RDG hari ini. “BI punya ruang untuk menurunkan BI rate setidaknya 25 bps,” tutur dia.

 

Kebijakan tersebut, kata Jahja, didasarkan pada pertimbangan bahwa sepanjang Januari lalu terjadi deflasi 0,24%. “Karena Januari deflasi, BI bisa menurunkan BI rate sebesar 25 bps. Tetapi, kalau April nanti The Fed menaikkan Fedfunds rate (FFR), BI rate bisa disesuaikan kembali,” ujar dia.

 

Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo mengakui, untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi diperlukan penurunan suku bunga kredit perbankan. Pergerakan suku bunga kredit sangat tergantung BI rate. Jika BI rate naik maka suku bunga kredit bakal naik. Begitu pula jika BI rate turun, suku bunga kredit akan turun.

 

Gatot menambahkan, pergerakan suku bunga kredit juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Tahun ini, pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai 5,7%. “Untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi tentunya harus ada penurunan suku bunga kredit. Tapi keputusan mengenai BI rate sebaiknya diserahkan kepada BI. Kita lihat saja, viewBI seperti apa,” ucap dia.

 

Vice President PT MNC Bank Benny Purnomo berharap suku bunga kredit turun. Itu hanya bisa dilakukan jika BI memangkas BI rate. Deflasi yang mencapai 0,24% pada Januari lalu, surplus neraca perdagangan, masih derasnyacapital inflow, dan gejolak rupiah yang mereda sudah bisa menjadi alas an bagi BI untuk segera menurunkan BI rate. “Minimal BI rate bisa turun 25 bps supaya bisa kasih sinyal ke pasar bahwa suku bunga turun,” ujar dia. (*)

 

(Sumber: Investor Daily Indonesia)